Kajian Pascakolonial 1 — apakah suatu bangsa tak pernah ada jika Eropa tak pernah menemukannya?
Pertama kali saya mendengar kata aborigin, itu adalah istilah untuk mengambarkan suku yang ada di Australia. Sepintas tak ada yang salah, tapi setelah saya mempelajari kajian pascakolonial. Istilah ini tentu bias kolonial. Dalam buku Postcolonial Studies yang ditulis Bill Ashcroft dkk dijelaskan,
Istilah ‘aborigin’ diciptakan sejak 1667 untuk menggambarkan penduduk asli (indegenous peoples) tempat-tempat yang ditemui oleh penjelajah, petualang, atau pelaut Eropa.1
Aborigin yang saya tahu adalah satu suku tidak lebih yang ditandai dengan kulit hitamnya, itu pula yang mendasari keturunan kulit hitam di Papua. Namun pemikiran saya ini adalah konstruksi dari kolonial karena ada banyak suku di Australia dan tentu namanya bukan aborigin. Istilah aborigin ini adalah istilah untuk menggambarkan penduduk asli yang ditemui Eropa pada penjelajahannya. Tentunya, penduduk asli Australia memiliki nama mereka sendiri.
![]() |
Genosida Aborigin oleh pendatang kulit putih Australia awal abad 20. ©2015 Merdeka.com/Treaty Republic |
Kajian pascakolonial juga membuat kita membaca ulang sejarah, karena sejarah atau istilah yang kita pakai adalah konstruksi dari orang-orang Eropa. Sebut saja benua Amerika, benua Australia, dalam sejarah kedua benua itu ditemukan (katanya) oleh Kristoforus Kolumbus dan James Cook. Sepintas seakan-akan tak ada yang salah, tapi ketika dicermati secara kritis, mengapa ia memakai kata menemukan, apakah ketika Kolumbus atau orang Eropa tak pernah mengunjungi suatu daerah maka daerah tak pernah ada. Lewat ini, Eropa seakan-akan menhegemoni pengetahuan. Di kajian pascakolonial perlu untuk membaca ulang sejarah.
Istilah ‘aborigin’ juga dipakai pada daerah-daerah lain seperti ‘Indian’ yang kemudian menjadi ‘Amerindian’ di Amerika, yang pada abad ke-20 dibuat istilah dari penduduk asli sendiri, seperti ‘First Nations’ atau ‘Native Americans’ untuk menggantikan nomenklatur dari kolonial. Namun di daerah-daerah lain, beberapa masih memakai seperti ‘Orang Asli’ di Malaysia, Borneo Indonesia di Kalimantan, dan ‘Scheduled Tribe’ di Kepulauan Andaman. Istilah-istilah seperti ini bertujuan untuk memisahkan antar suku untuk dibedakan dan berimplikasi pada diskriminasi atau memiliki konotasi negatif yang biasanya digunakan oleh kolonial kulit putih dan keturunan mereka.
1 The term ‘aboriginal’ was coined as early as 1667 to describe the indigenous inhabitants of places encountered by European explorers, adventurers, or seamen.
Aschcroft, Bill, dkk. 2013. Postcolonial Studies: The Key Concepts. THIRD EDITION. ROUTLEDGE.
Komentar
Posting Komentar